Jumat, 30 April 2021

#1 Book Review

Kali ini saya akan mulai menulis sebuah resensi. Sebagai permulaan, saya akan memilih salah satu buku langka di Indonesia, kesukaan saya, karangan Frederick Forsyth yang diterbitkan oleh penerbit Interaksara pada tahun 2000: Tak Kunjung Kembali.

Berjudul asli No Comebacks dan telah diterbitkan pertama kali pada tahun 1982, Forsyth menyuguhkan sepuluh cerita pendek dengan tema dan latar tempat yang berbeda-beda pula. Terjemahannya cukup bagus. Hanya saja tidak ada daftar isi dalam buku ini.


Saya hanya akan mengulas dua cerpen pertama dalam buku ini.




Cerpen pertama berjudul Tak Kunjung Kembali (No Comebacks).

1. Tak Kunjung Kembali (No Comebacks) Ini menceritakan tentang seorang lelaki kaya raya asal Inggris bernama Mark Sanderson. Waktu masih muda ia sudah bekerja di agen real estate menghadapi urusan properti. Lalu, setelah banyak belajar dan pengalaman mengajarinya banyak hal, ia mendirikan Saham Hamilton yang selama enam belas tahun berikutnya menjadi tulang punggung kekayaannya. Pada pertengahan tahun tujuh puluhan kekayaannya mendekati lima juta poundsterling dan mulai melakukan diversifikasi. Ia kaya raya, memiliki rumah mewah, dan semua yang ia ingingkan, kecuali... Ya, jodoh.

Perihal yang satu itu memang tak bisa dipercepat atau diperlambat. Jodoh, mati, dan rejeki: ketiganya datang dengan mengejutkan; tak bisa diprediksi. Hanya Tuhan yang tahu. Mark Sanderson punya segala kekayaan tapi ia ingin memiliki satu perempuan. Bukan ratusan.  Hanya satu wanita yang bisa mengerti dirinya, hidup bersamanya. Tak disangka, pada awal musim panas, Mark tengah menghadiri pesta guna mengumpulkam dana sosial. Di sana ia bertemu dengan seorang wanita yang sudah menikah bernama Angela Summers. Perkenalan pun dimulai. Wanita itu orang Inggris tapi tinggal di sebuah vila kecil di pantai Spanyol atas dasar penghasilan suaminya dari buku-buku tentanf burung dan atas penghasilannya sendiri dengan mengajar Bahasa Inggris. Mark membelikan Angela macam-macam barang termasuk parfum dengan botol besar. Mark sangat mencintai Angela dan merayunya supaya mau menceraikan suaminya dan menikah dengannya. Tapi Angela tetap setia dengan suaminya dan pulang kembali ke Spanyol.

Mark Sanderson tak tinggal diam. Ia punya rencana lain; mencari seorang penembak jitu--suatu kegiatan yang melelahkan dan penuh risiko dari perpustakaan hingga ke kafe di Paris.

Tukang tembak itu orang Korsika yang hanya menjuluki dirinya dengan sebutan Calvi--nama kota kelahirannya.

Setelah bertemu dan menerima upah uang muka, Calvi pergi ke toko buku di Rue de Rivoli. Dalam kamar flatnya Calvi mengerjakan buku besar sejarah Spanyol yang ia beli tadi--dengan pisau bedah setajam pisau cukur dan lem . Akhirnya sebuah pistol Browning 9mm dengan peredam masuk ke dalam buku itu. Siap dikirimkan ke Hotel Metropol di Valencia. Sementara ia sendiri akan terbanf ke sana dengan pesawat Caravel Iberia.

Ketegangan dan kejutan akan bercampur jadi satu; menunggu pembaca di halaman-halaman selanjutnya.


Cerita yang mengejutkan. Saya memberikan nilai bintang 5 untuk cerpen ini.


2. Tak Ada Ular di Irlandia (There are no Snakes in Ireland)

Seorang mahasiswa kedokteran asal India bernama Ram Lal, yang membutuhkan uang tambahan, sedang berusaha mencari pekerjaan. Ia bertemu seorang bos bernama McQueen yang nantinya akan memberinya pekerjaan sebagai kuli untuk menghancurkan sebuah gedung . Penuh risiko dan tak ada asuransi kesehatan. Namun di dalam pekerjaan mahasiswa itu menemui mandor yang sangat kejam terhadapnya. Dikerjain dan ditertawakan bahkan dipukul oleh mandor itu. Mampukah Ram bertahan menghadapi godaan itu? Bertahan Demi uang? Atau jangan-jangan dia punya rencana?


Bau harum semerbak dupa memenuhi ruangan Ram Lal. Di luar mendung menggantung menakutkan. Dengan bahasa Sanskerta kuno dia mulai berdoa. Guntur meledak. Hujan gerimis turun.

"Aku telah sangat dijahati orang. Aku mohon pembalasan atas si jahat..." Ram Lal berdoa selama satu jam. Hujan menggenderang di genteng di atas kepalanya. Ketika dia selesai berdoa, sementara ruangan harum semerbak dan lilin meleleh lumer, Ram Lal memandang sudut kamarnya di mana jas kamarnya tergantung. Tali jas itu terlepas dan jatuh di lantai selama badai. Mengonggok seperti ular. Ia paham maksud semua itu.


Hari berikutnya Ram Lal meminjam uang temannya di Belfast untuk biaya kembali pulang ke India dengan alasan mengunjungi ayahnya yang sakit parah. Tuan McQueen pun ia pamiti pula.


Sampai di India, Ram Lal mengunjungi pasar di Grant Road Bridge. Di sana ada toko yang menjual binatang melata. Tuan Chatterjee selaku pemiliknya bukanlah seorang asing bagi dunia akademik sebab ia memasok berbagai pusat studi kedokteran. Ram Lal membeli seekor ular bersisik gergaji. Echis Carinatus. Ular paling kecil tapi paling berbisa dan mematikan. Panjangnya antara 9 dan 12 inci dang sangat kurus.

Ram Lal menawar ular itu hingga mereka sepakat pada harga 350 rupi.

Ia kembali lagi ke London dengan Jet Air India, dengan membawa ular kecil dalam kotak cerutu.

"Tidurlah sahabat kecil," kata Ram, "jika jenismu ini pernah tidur. Pagi hari kamu akan melaksanakan perintah Shakti untuknya."

Plot-twist dan kejutan menunggu Anda di depan!

Bintang 4 untuk cerpen ini.


3. The Emperor (Sang Kaisar)

4. There Are Some Days... (Ada Hari-Hari...)

5. Money with Menaces (Uang Pemerasan)

6. Used in Evidence (Dipergunakan Sebagai Bukti)

7. Privilege (Hak Istimewa)

8. Duty (Tugas)

9. A Careful Man (Seorang yang Hati-Hati)

10. Sharp Practice (Praktek Lancung)



Tak terasa Adzan Magrib sudah berkumandang. Sudah saatnya berbuka puasa. Terima kasih sudah membaca.

--ARIF SYAHERTIAN

Senin, 19 Maret 2018

Sajak Malam

Sajak Malam

Perjalanan ini tak selalu aman
Aku berbaring dalam diam
Aku renungkan persoalan
dalam-dalam, hingga terlelap
Aku menggali tanah
Barangkali, tampaknya, sebuah kuburan
Haruskah aku terkubur, di dalamnya?
Kedua kakiku, kini nyeri
menginjak dasar tanah
Dalam kegelapan, aku pasrah
Tarik keluar aku, dari alam mimpi!

Bintang-bintang bermunculan
Aku melangkah, ke atas lembah
Di atas, aku bersandar
pada bebatuan
Angin malam meniup
Aku mendengar suara
muncul, mendenging, dari sebuah kentongan
yang dicantelkan, pada ranting pohon
Pohon yang tinggi yang lebat dedaunan
Ketenangan, kesabaran seakan melekat pada batangnya
Aku kini melihat semua itu, bersatu dalam alunan

ARIF SYAHERTIAN
19 / 03 / 2018

Minggu, 14 Januari 2018

Kejernihan 1, 2, 3, & 4.
Oleh ARIF SYAHERTIAN

1
Ada saatnya bahagia. Tapi ada was-was juga. Tak mudah menghadapi was-was; mereka tahu rumitnya, bahkan imbasnya. Mungkin mereka pernah dicakar oleh trauma yang buas, tapi tak selalu jelas.

2
Memang menyedihkan jika ada hal yang takkan hilang digilas waktu. Di saat seperti itu, jalan terbaik adalah menerima, dengan lapang dada.
Saya melihat video akan sebuah grup band kesukaan saya; saat sang vokalis menyanyi, muncul seorang lelaki dari kerumunan penonton. Ia naik ke atas panggung dan turun. Singkatnya, ia naik lagi dan meludah tepat di wajah penyanyi itu, yang segera membersihkan ludah dan menyingkirkan si pengganggu, sambil tersenyum.
Tapi musik terus berjalan. Mereka tak bertengkar dan tak ada kericuhan. Itu terjadi di Amerika Serikat.
Pada akhirnya, saya lega; Ternyata mereka sudah saling mengenal.
Dengan demikian, tidakkah mungkin sang vokalis secara tak langsung mengingatkan bahwa kadang persoalan hidup tak harus selalu ditanggapi serius?
Dengan kata lain, bukankah kadang gangguan harus diterima begitu saja, sesekali sambil tersenyum dan tertawa, dengan lapang dada?

3
Saya bayangkan sesosok mayat tergeletak di depan sebuah rumah--di malam hari. Sunyi; selain suara jangkrik dan dedaunan yang gugur tersapu angin. Yang pertama menemukan adalah seorang pria muda--teman dekat si mayat. Ia kaget dan terguncang, layaknya Mary yang tak bisa mengendalikan diri saat melihat mayat gadis berambut pirang, di perpustakaan milik Kolonel Bantry--dalam salah satu novel milik Agatha Christie. Tak ada asap tanpa api, pikir pria muda itu.
Maka ia mengikuti asapnya. Tanpa mundur sedikit pun ia masuk rumahnya, menantang bahaya, menghadapi jebakan, dan bilang, meminjam kalimat Ray Archer dalam film Hangman (2017), "persetan dengan bom."
Jika itu terjadi di dunia nyata, bukan di film, maka ia telah bertindak nekat. Ia seharusnya menghubungi pihak yang berwajib--dan bukan mengatasinya seorang diri.

4
Diam! Ada saatnya berhenti berbicara.
Прво скочи па реци хоп. ( Prvo skoči pa reci hop.) Melaksanakan tugas lebih dulu, kemudian membicarakannya. Arti kalimat cyrilic tersebut punya relevansi dengan kondisi sekarang ini; Saat kita mendengarkan untuk membantah, saat kita belajar hanya untuk mendebat--dan bukan untuk melaksanakan, bukan untuk memahami, atau bukan pula untuk memperkuat jiwa dan diri.

Catatan:
Kejernihan adalah kumpulan tulisan pendek saya, yang belum tentu berkaitan satu sama lain. Dan mereka bukanlah kumpulan puisi. Saya menyebut tiap tulisan di atas sebagai 'Clarity'. Saya ucapkan terima kasih untuk para pembaca. Semoga bermanfaat!
- ARIF SYAHERTIAN

#1 Book Review

Kali ini saya akan mulai menulis sebuah resensi. Sebagai permulaan, saya akan memilih salah satu buku langka di Indonesia, kesukaan saya, ka...